TEMUAN BPK KELEBIHAN BAYAR SEBAGAI DASAR PENEGAKAN HUKUM PIDANA

OPINI HUKUM

TEMUAN BPK KELEBIHAN BAYAR SEBAGAI DASAR PENEGAKAN HUKUM PIDANA

I. Latar Belakang

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga negara yang memiliki kewenangan konstitusional untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam menjalankan fungsi tersebut, BPK secara rutin melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

Salah satu temuan yang sering muncul dalam hasil audit BPK adalah kelebihan pembayaran (overpayment) pada pelaksanaan kegiatan atau proyek pemerintah, baik dalam konteks pekerjaan fisik, pengadaan barang dan jasa, maupun kegiatan operasional lainnya.

Temuan kelebihan bayar dapat timbul akibat adanya kesalahan administratif, kelalaian, atau bahkan indikasi tindak pidana korupsi, apabila ditemukan unsur memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, penting untuk memahami sejauh mana temuan BPK tentang kelebihan bayar dapat dijadikan dasar penegakan hukum pidana.

II. Dasar Hukum

1.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 23E ayat (1):

“Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.”

2.Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK):

•Pasal 6 ayat (1): BPK berwenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

•Pasal 10 ayat (1): Dalam hal BPK menemukan unsur pidana dalam pemeriksaannya, BPK wajib melaporkannya kepada instansi penegak hukum yang berwenang.

3.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:

•Pasal 2 dan 3 menegaskan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain dan merugikan keuangan negara dapat dipidana karena korupsi.

4.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara:

•Pasal 59 ayat (1): Setiap kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum atau kelalaian dapat dituntut ganti rugi terhadap pihak yang bertanggung jawab.

5.Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN):

•Mengatur bahwa hasil pemeriksaan BPK yang mengandung unsur pidana wajib ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

III. Analisis Hukum

Temuan kelebihan bayar dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK pada dasarnya merupakan indikasi adanya kerugian keuangan negara. Namun, tidak setiap kelebihan bayar secara otomatis dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

Untuk dapat dijadikan dasar penegakan hukum pidana, temuan tersebut harus memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi, antara lain:

            1.Adanya perbuatan melawan hukum, baik berupa penyalahgunaan wewenang, manipulasi data, atau rekayasa dokumen.

            2.Adanya tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

            3.Adanya kerugian keuangan negara, yang salah satunya dapat dibuktikan melalui hasil audit BPK.

Dengan demikian, temuan BPK bukanlah bukti pidana yang berdiri sendiri, melainkan alat bukti awal (initial evidence) yang dapat digunakan oleh aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, atau KPK) untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut.

Bila kelebihan bayar terjadi karena kelalaian administrasi tanpa niat jahat, maka penyelesaiannya cukup melalui mekanisme administratif dan pengembalian kerugian negara.

Namun, apabila ditemukan adanya niat, rekayasa, atau persekongkolan yang merugikan keuangan negara, maka dapat dilanjutkan ke ranah hukum pidana korupsi.

IV. Peran dan Tindak Lanjut

Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU BPK, apabila BPK menemukan indikasi pidana dalam hasil pemeriksaannya, BPK wajib melaporkan temuan tersebut kepada aparat penegak hukum yang berwenang.

Selanjutnya, aparat penegak hukum akan:

            1.Melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk memastikan ada atau tidaknya unsur pidana.

            2.Menggunakan LHP BPK sebagai alat bukti permulaan yang sah.

            3.Menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan dalam UU Tipikor apabila terbukti adanya unsur korupsi.

V. Kesimpulan

            1.Temuan BPK mengenai kelebihan bayar merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan negara yang tidak sesuai dengan ketentuan.

            2.Temuan tersebut dapat dijadikan dasar penegakan hukum pidana apabila terbukti terdapat unsur perbuatan melawan hukum dan kerugian keuangan negara.

            3.Apabila kelebihan bayar terjadi karena kesalahan administrasi tanpa unsur kesengajaan, penyelesaiannya cukup melalui mekanisme pengembalian ke kas negara.

            4.Oleh karena itu, LHP BPK memiliki peran strategis dalam mendorong penegakan hukum dan mewujudkan tata kelola keuangan negara yang bersih dan akuntabel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *