OPINI HUKUM
Pengecer Pupuk Subsidi Dipidana Atau Disanksi Perdata
I. LATAR BELAKANG
Pupuk subsidi merupakan barang strategis yang pengadaannya dibiayai oleh negara dan diperuntukkan bagi petani yang memenuhi kriteria tertentu sesuai kebijakan pemerintah. Untuk memastikan distribusi tepat sasaran, pemerintah menetapkan sistem berjenjang melalui Produsen, Distributor, Pengecer Resmi.
Dalam praktiknya, sering terjadi pelanggaran oleh pengecer, seperti:
• Menjual pupuk di atas Harga Eceran Tertinggi (HET),
• Menyalurkan kepada petani yang tidak terdaftar dalam RDKK,
• Melakukan penimbunan,
• Menjual pupuk subsidi ke wilayah yang tidak menjadi tanggung jawabnya, atau
• Mengalihkan pupuk subsidi ke non-subsidi.
Pertanyaannya: Apakah perbuatan pengecer tersebut merupakan tindak pidana atau cukup diselesaikan secara perdata/administratif? Persoalan ini penting karena menyangkut kepastian hukum, perlindungan konsumen, dan efektivitas kebijakan subsidi pemerintah.
II. DASAR HUKUM
A. Dasar Hukum Administratif / Tata Niaga Pupuk
1. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 04 Tahun 2024 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi.
2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01 Tahun 2024 tentang Alokasi dan HET.
3. Perjanjian kemitraan antara Produsen – Distributor – Pengecer (bersifat perdata).
B. Dasar Hukum Pidana
1. UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 107:
• Penimbunan, penyimpangan distribusi, atau memperdagangkan barang yang diatur tata niaganya dapat dipidana maksimal 5 tahun penjara dan/atau denda Rp5 miliar.
2. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 62.
3. KUHP, terkait penipuan atau penyimpangan dalam perdagangan.
4. UU Perindustrian dan peraturan pidana khusus lainnya.
III. PEMBAHASAN
- Perbuatan Pengecer yang Termasuk Tindak Pidana Perbuatan pengecer dapat masuk kategori pidana apabila memenuhi unsur:
- Penyimpangan distribusi barang yang tata niaganya diatur pemerintah.
- Menjual di atas HET secara sengaja.
- Menimbun pupuk dengan tujuan memperoleh keuntungan.
- Menyalurkan pupuk subsidi ke pihak yang tidak berhak (misal industri).
- Mengalihkan pupuk ke pasar bebas atau daerah lain untuk keuntungan.
Semua tindakan tersebut memenuhi unsur tindak pidana dalam UU Perdagangan, karena pupuk subsidi termasuk “barang yang pengadaannya dan pendistribusiannya diatur pemerintah”.
Contoh unsur terpenuhi:
• Ada kewajiban pengecer menjual sesuai HET dan wilayah tanggung jawab.
• Ada tindakan melawan hukum (over price, penimbunan, penyimpangan distribusi).
• Ada niat memperoleh keuntungan tidak sah.
Jika unsur terpenuhi → pengecer dapat dipidana.
- Perbuatan yang Hanya Menimbulkan Sanksi Administratif
Apabila pelanggaran tidak memenuhi unsur pidana, maka dapat diselesaikan administratif berdasarkan Peraturan Menteri, misalnya:
• Penghentian sebagai pengecer resmi,
• Pencabutan izin usaha toko pertanian,
• Tidak memperoleh alokasi pupuk di tahun berikutnya,
• Teguran atau pembinaan.
Contoh kasus administratif:
• Pengecer terlambat menyetorkan dokumen penyaluran,
• Kesalahan input data RDKK yang tidak disengaja,
• Tidak mematuhi standar operasional tetapi tanpa niat memperoleh keuntungan melawan hukum.
Ini tidak cukup unsur pidananya, sehingga diselesaikan secara administratif. - Apakah Dapat Diselesaikan Secara Perdata?
Sanksi perdata muncul dari hubungan kontraktual antara:
• Produsen ↔ Distributor ↔ Pengecer.
Jika pengecer melanggar isi kontrak, produsen/distributor dapat menuntut:
• Ganti rugi,
• Pemutusan hubungan kerja sama,
• Sanksi denda kontraktual.
Ini murni perdata, selama tidak ada niat jahat atau perbuatan melawan hukum yang merugikan kepentingan publik.
IV. KESIMPULAN
1. Pengecer pupuk subsidi dapat dipidana apabila melakukan penyimpangan distribusi, penimbunan, penjualan di atas HET, atau menyalurkan kepada pihak yang tidak berhak sebagaimana diatur dalam UU Perdagangan dan peraturan pidana lainnya.
2. Tidak semua pelanggaran masuk pidana; banyak yang hanya bersifat administratif atau kontraktual.
3. Sanksi perdata muncul dari pelanggaran perjanjian kemitraan antara produsen/distributor dengan pengecer.
4. Kualifikasi pidana muncul bila terdapat unsur melawan hukum, kesengajaan, dan perbuatan merugikan kepentingan masyarakat dan negara.
5. Oleh karena pupuk subsidi menyangkut kepentingan publik, aparat penegak hukum dapat mengutamakan pidana untuk perbuatan yang mengganggu distribusi dan mengakibatkan gejolak ekonomi.

