OPINI HUKUM
JUAL BELI DI ATAS TANAH SENGKETA
I. LATAR BELAKANG
Permasalahan jual beli tanah merupakan salah satu isu yang paling sering menimbulkan sengketa di Indonesia. Banyak kasus dimana suatu bidang tanah telah beralih hak melalui jual beli, namun kemudian muncul klaim dari pihak ketiga yang menyatakan bahwa tanah tersebut sedang dalam sengketa. Kondisi ini mengakibatkan ketidakpastian hukum bagi pembeli, penjual, maupun pihak lain yang berkepentingan.
Transaksi atas tanah yang masih menjadi objek sengketa menimbulkan beberapa risiko hukum, seperti batalnya perjanjian, tidak dapat didaftarkan ke kantor pertanahan, atau bahkan dapat berujung pada tuntutan pidana apabila terdapat unsur penipuan. Oleh karena itu, diperlukan analisis hukum mengenai bagaimana kedudukan jual beli yang dilakukan di atas tanah sengketa, apa akibat hukumnya, dan apa perlindungan hukum bagi pihak-pihak terkait.
II. DASAR HUKUM
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
• Pasal 1320 tentang syarat sah perjanjian (kesepakatan, kecakapan, objek tertentu, sebab yang halal).
• Pasal 1338 tentang asas pacta sunt servanda — perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak.
• Pasal 1321 tentang cacat kehendak (penipuan, kekhilafan, paksaan) yang dapat membatalkan perjanjian.
2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
• Pasal 19: kewajiban pendaftaran tanah untuk memberikan kepastian hukum.
• Pasal 20–34: jenis-jenis hak atas tanah dan sifatnya.
3. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
• Pasal 37 ayat (1): peralihan hak atas tanah karena jual beli wajib dibuktikan dengan akta PPAT.
• Pasal 32 ayat (2): perlindungan bagi pemegang sertifikat yang memperoleh secara in good faith sepanjang pendaftaran dilakukan secara benar.
• Pasal 55–60: pencatatan sengketa, perkara dan blokir tanah.
4. Peraturan Menteri ATR/BPN terkait pencatatan sengketa dan blokir.
5. Yurisprudensi Mahkamah Agung
Banyak putusan MA menegaskan bahwa jual beli tanah yang masih dalam sengketa tidak memiliki kekuatan hukum yang sempurna, khususnya jika pembeli tidak beritikad baik.
III. ANALISIS HUKUM
- Jual Beli Tanah Sebagai Perjanjian Perdata
Secara prinsip, jual beli tanah merupakan perjanjian antara penjual dan pembeli. Selama syarat Pasal 1320 KUH Perdata terpenuhi, jual beli tersebut sah secara perdata. Namun, sah secara perdata tidak otomatis dapat didaftarkan atau menghasilkan pengalihan hak atas tanah apabila objek tanah sedang bersengketa. - Kedudukan “Tanah Sengketa”
Tanah dianggap sengketa apabila:
• terdapat gugatan di pengadilan;
• ada laporan keberatan pihak ketiga ke BPN;
• BPN telah mencatat blokir atau status sengketa.
Jika tanah sedang dalam sengketa dan tercatat di BPN, PPAT tidak boleh menerbitkan Akta Jual Beli, karena bertentangan dengan Pasal 37 PP 24/1997 mengenai keabsahan dokumen peralihan hak. - Akibat Hukum Jual Beli di Atas Tanah Sengketa
a. Tidak dapat didaftarkan di BPN
Kantor Pertanahan berwenang menolak pendaftaran balik nama ketika diketahui tanah sedang bersengketa. Akibatnya, pembeli tidak memperoleh kepastian status hak.
b. Jual beli dapat dibatalkan
Jika penjual menyembunyikan fakta adanya sengketa, maka perjanjian dapat dibatalkan karena cacat kehendak (Pasal 1321 KUHPer). Pembeli dapat menuntut pengembalian uang dan ganti rugi.
c. Risiko kerugian bagi pembeli
Pembeli yang tidak teliti dapat kehilangan tanah dan uang, terutama bila putusan pengadilan memenangkan pihak lain sebagai pemilik yang sah.
d. Tidak mengikat pihak ketiga
Jual beli hanya mengikat kedua belah pihak (penjual dan pembeli), tetapi tidak mengikat pihak yang mengajukan gugatan atas tanah tersebut. - Good Faith (Itikad Baik) Pembeli
Mahkamah Agung dalam berbagai putusan menekankan bahwa pembeli harus membuktikan itikad baik dengan cara:
• mengecek sertifikat ke BPN;
• memastikan tidak ada sengketa;
• meminta riwayat tanah;
• menyelidiki penguasaan fisik tanah.
Pembeli beritikad baik mendapat perlindungan hukum, tetapi jika diketahui tanah sengketa dan pembeli tetap membeli, maka pembeli dianggap tidak beritikad baik dan kehilangan perlindungan hukum. - Pertanggungjawaban Penjual
Penjual dapat dimintai pertanggungjawaban apabila menjual tanah sengketa dengan:
• melanggar wanprestasi karena objek jual beli tidak bebas sengketa;
• melakukan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPer) apabila sengaja menjual tanah yang dipersengketakan;
• pidana penipuan (Pasal 378 KUHP) bila ada unsur sengaja menyesatkan pembeli.
IV. UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM
1. Melakukan pengecekan sertifikat (Cek Fisik dan Cek Yuridis) ke BPN
Untuk melihat apakah tanah diblokir, dalam sengketa, atau ada catatan lainnya.
2. Menggunakan PPAT resmi
Agar akta memenuhi syarat formil.
3. Meminta pernyataan tertulis dari penjual
Bahwa tanah tidak sedang disengketakan dan bebas dari masalah hukum.
4. Menunda jual beli hingga sengketa selesai
Rekomendasi terbaik untuk menghindari risiko besar.
5. Mencantumkan klausul perlindungan pembeli
Misal: jika tanah ternyata bersengketa, penjual wajib mengembalikan harga jual beserta ganti rugi.
V. KESIMPULAN
1. Jual beli atas tanah sengketa secara perdata dapat sah, tetapi tidak dapat didaftarkan dan tidak memberikan kepastian hukum bagi pembeli.
2. Tanah sengketa tidak layak menjadi objek jual beli, karena bertentangan dengan asas kepastian hukum dalam UUPA dan PP 24/1997.
3. Pembeli yang tetap membeli tanah sengketa dianggap tidak beritikad baik, sehingga kehilangan perlindungan hukum.
4. Penjual dapat bertanggung jawab secara perdata maupun pidana jika menjual tanah yang sedang dipersengketakan.
5. Rekomendasi hukum: tunda transaksi hingga sengketa selesai atau pastikan tanah benar-benar bebas dari catatan perkara.

