APAKAH PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA BERSIFAT RELATIF ATAU MUTLAK?

OPINI HUKUM

APAKAH PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA BERSIFAT RELATIF ATAU MUTLAK?

I. Latar Belakang

Dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi maupun kasus perdata yang melibatkan pengelolaan keuangan negara, istilah “kerugian keuangan negara” menjadi unsur penting.

Namun, sering muncul perdebatan: apakah penghitungan kerugian keuangan negara itu bersifat mutlak (harus pasti dan nominalnya tetap), ataukah bersifat relatif (dapat berbeda tergantung metode, waktu, dan lembaga yang menghitung)?

Perdebatan ini penting karena menyangkut kepastian hukum dan kewenangan lembaga dalam menentukan kerugian keuangan negara, terutama antara BPK, BPKP, inspektorat, dan aparat penegak hukum (APH) seperti KPK atau Kejaksaan.

II. Dasar Hukum

Beberapa dasar hukum yang relevan:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

   Pasal 1 angka 1: Keuangan Negara mencakup seluruh hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang.

2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

   Pasal 10 ayat (1): BPK memiliki kewenangan menetapkan dan/atau menilai kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum.

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

   Pasal 2 dan 3: Unsur “merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” merupakan salah satu unsur utama tindak pidana korupsi.

4. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 31/PUU-X/2012

MK menegaskan bahwa lembaga lain seperti BPKP atau aparat pengawasan internal pemerintah dapat melakukan penghitungan sementara kerugian negara untuk kepentingan penyidikan, namun penetapan kerugian keuangan negara secara definitif adalah kewenangan BPK.

III. Analisis

1. Kerugian Keuangan Negara sebagai Unsur Materiil

Kerugian keuangan negara merupakan unsur materiil dalam tindak pidana korupsi, sehingga harus dapat dibuktikan secara nyata (aktual),  bukan hanya potensi atau perkiraan.

Namun, dalam praktiknya, penghitungan tersebut sering kali menghasilkan nilai yang berbeda tergantung lembaga yang menghitung atau metode yang digunakan (misalnya harga pasar, harga pengadaan, atau nilai manfaat yang hilang).

Oleh karena itu, nilai kerugian bersifat relatif secara teknis, tetapi bersifat mutlak secara hukum apabila sudah ditetapkan secara sah oleh lembaga berwenang.

2. Relativitas dari Sisi Proses dan Metode

Relatif, karena:

Metode perhitungan dapat berbeda (misalnya cost-based, market-based, atau benefit-based).

  Waktu penilaian dan data pembanding juga memengaruhi hasil.

  Lembaga yang melakukan perhitungan bisa berbeda (BPKP, Inspektorat, KPK, Kejaksaan, dll.).

3. Mutlak dari Sisi Penetapan Hukum

Mutlak, karena:

  Hanya hasil perhitungan lembaga berwenang (terutama BPK) yang memiliki kekuatan hukum definitif.

  Setelah ditetapkan, angka kerugian keuangan negara tersebut menjadi dasar hukum bagi penegakan hukum (misalnya penuntutan atau tuntutan ganti rugi).

Dengan demikian, penghitungan kerugian keuangan negara bersifat relatif dalam tahap teknis, tetapi bersifat mutlak dalam tahap yuridis (apabila telah ditetapkan oleh lembaga berwenang dan digunakan dalam proses hukum).

IV. Implikasi Hukum

1. Dalam Proses Pidana Korupsi:

  Penghitungan awal dari BPKP atau aparat pengawasan internal dapat digunakan sebagai alat bantu penyidikan

   Namun, untuk pembuktian di pengadilan, harus dikuatkan oleh lembaga yang berwenang (BPK) atau dinilai sah oleh hakim berdasarkan pembuktian.

2. Dalam Sengketa Administrasi atau Perdata:

   Nilai kerugian yang belum pasti (karena berbeda hasil) tidak dapat langsung dijadikan dasar tuntutan ganti rugi

   Perlu audit investigatif atau audit kerugian Negara yang ditetapkan secara resmi.

V. Kesimpulan

Penghitungan kerugian keuangan negara bersifat relatif secara teknis, karena bergantung pada metode, asumsi, dan lembaga penghitungan.

Namun bersifat mutlak secara hukum, apabila hasilnya telah ditetapkan secara resmi oleh lembaga berwenang (BPK) atau dinyatakan sah oleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Dengan demikian, istilah “kerugian keuangan negara” tidak boleh dimaknai semata-mata sebagai angka nominal, tetapi harus memenuhi unsur kerugian nyata (actual loss) dan penetapan resmi (definitive determination).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *