KETIDAKPASTIAN HUKUM DALAM DAKWAAN ALTERNATIF PENUNTUT UMUM

OPINI HUKUM
KETIDAKPASTIAN HUKUM DALAM DAKWAAN ALTERNATIF PENUNTUT UMUM

I. Latar Belakang
Dalam proses peradilan pidana, penuntut umum memiliki kewenangan untuk membuat rumusan dakwaan yang menjadi dasar pemeriksaan di pengadilan. Salah satu bentuk dakwaan yang sering digunakan adalah dakwaan alternatif, yaitu dakwaan yang disusun dalam beberapa pilihan (alternatif) untuk mengantisipasi kesulitan pembuktian terhadap unsur tindak pidana tertentu.
Meskipun diperbolehkan secara hukum, penggunaan dakwaan alternatif sering menuai kritik karena dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi terdakwa. Dakwaan alternatif menciptakan situasi di mana terdakwa tidak mengetahui secara pasti perbuatan mana yang dianggap paling tepat dituduhkan kepadanya. Hal ini berpotensi mengurangi hak terdakwa untuk melakukan pembelaan secara terarah dan efektif.
Isu ini menjadi relevan dalam diskusi hukum pidana modern karena menyangkut asas kepastian hukum, asas fair trial, serta asas praduga tak bersalah yang dijamin dalam sistem peradilan pidana.

II. Dasar Hukum
1. KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981)
• Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP: dakwaan harus disusun secara “jelas, cermat, dan lengkap”.
• KUHAP memperbolehkan bentuk dakwaan alternatif, kumulatif, maupun subsidair.
2. Asas Kepastian Hukum
• Pasal 28D ayat (1) UUD 1945: setiap orang berhak atas kepastian hukum yang adil.
3. Asas Perlindungan Hak Terdakwa
• Pasal 50–68 KUHAP: hak-hak terdakwa dalam proses peradilan.
• Asas fair trial dan due process of law.
4. Yurisprudensi
• Beberapa putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi menegaskan bahwa dakwaan alternatif sah sepanjang memenuhi unsur kejelasan dan tidak membingungkan.

III. Analisis Hukum

  1. Hakikat Dakwaan Alternatif
    Dakwaan alternatif adalah bentuk dakwaan yang memuat beberapa pilihan pasal pidana, di mana penuntut umum belum dapat menentukan secara pasti pasal mana yang paling tepat sebelum pemeriksaan di persidangan.
    Tujuannya adalah fleksibilitas dalam pembuktian, sehingga jika alternatif pertama tidak terbukti, hakim dapat mempertimbangkan alternatif berikutnya.
  2. Problem Ketidakpastian Hukum
    Meskipun sah secara hukum, dakwaan alternatif menimbulkan persoalan:
    a. Dakwaan tidak selalu memenuhi unsur “jelas, cermat, dan lengkap”
    Dakwaan alternatif yang terlalu luas atau tumpang tindih dapat dinilai tidak jelas. Hal ini membuat ruang interpretasi menjadi terlalu besar dan tidak memberikan arah pembuktian yang pasti.
    b. Terdakwa menghadapi ketidakpastian tuduhan
    Terdakwa diposisikan dalam situasi di mana ia harus menyiapkan pembelaan untuk beberapa pasal berbeda dengan unsur yang tidak selalu sama.
    Akibatnya:
    • pembelaan menjadi tidak efektif,
    • terdakwa kehilangan fokus dalam menjawab dakwaan,
    • bertentangan dengan asas fair trial.
    c. Potensi penyalahgunaan kewenangan
    Dakwaan alternatif yang terlalu banyak menunjukkan keraguan penuntut umum dalam memahami konstruksi perkara. Ini berisiko menjadi bentuk overcharging, yaitu menumpuk pasal untuk memperkuat posisi penuntut umum.
    d. Ketidakpastian dalam penilaian unsur tindak pidana
    Hakim sering kali harus memilah alternatif dakwaan mana yang paling tepat, bukan menilai satu dakwaan yang jelas dan tegas. Ini dapat mempengaruhi kualitas putusan dan kepastian hukum.
  3. Batas-Batas Konstitusional
    Dakwaan alternatif harus tetap memperhatikan:
    • asas legalitas,
    • asas praduga tak bersalah,
    • asas kepastian hukum,
    • hak terdakwa atas pemberitahuan dakwaan yang jelas.
    Jika dakwaan alternatif kabur, terdakwa berhak mengajukan eksepsi berdasarkan Pasal 156 KUHAP.
  4. Kapan Dakwaan Alternatif Berpotensi Menimbulkan Ketidakpastian?
    Dakwaan alternatif dinilai bermasalah apabila:
    1. Alternatif dakwaan memiliki unsur yang terlalu jauh berbeda.
    2. Penjelasan perbuatan materiil dalam surat dakwaan tidak merinci perbuatan mana yang dikaitkan dengan masing-masing pasal.
    3. Jumlah alternatif terlalu banyak sehingga membingungkan.
    4. Penuntut umum tidak dapat menguraikan dengan jelas konstruksi hukumnya.
      Dalam kondisi demikian, dakwaan dapat dianggap obscuur libel (dakwaan kabur) dan dapat dibatalkan melalui putusan sela.

IV. Kesimpulan
Dakwaan alternatif adalah instrumen yang sah dalam hukum acara pidana Indonesia dan bertujuan memberikan fleksibilitas dalam pembuktian. Namun, penggunaan dakwaan ini harus disusun dengan cermat, jelas, dan proporsional untuk menghindari pelanggaran asas kepastian hukum.
Ketidakpastian hukum muncul apabila dakwaan alternatif:
• tidak dijelaskan secara rinci,
• memuat alternatif yang terlalu luas,
• membingungkan terdakwa,
• dan menghambat pembelaan.
Oleh karena itu, dalam kaca mata hukum, penuntut umum wajib tetap menjunjung asas kepastian hukum dan fair trial. Dakwaan alternatif hanya boleh digunakan sebagai pilihan terakhir, bukan sebagai bentuk keraguan berlebihan atau penyusunan dakwaan yang tidak cermat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *